#

FIQIH SHALAT & PENGANTAR PERBEDAAN MADZHAB

Post a Comment

 

FIQIH SHALAT & PENGANTAR PERBEDAAN MADZHAB

Ustadzah Meti Astuti_Materi 1_Muamalah Muslimah_

Sumber: Pinterest
 

 

SAMAKAN FREKUENSI

1. Definisi Mazhab

  1. Secara etimologi artinya pendapat
  2. Secara terminologi menurut A. Hasan yaitu sejumlah fatwa atau pendapat-pendapat seorang alim ulama besar dalam urusan agama baik dalam masalah ibadah maupun masalah lainnya.

2. Rekomendasi Literatur: Asbab Ikhtilaf Al Fuqaha (Dr. Abdullah bin AbdulMuhsin At Turky), Bidayatul Mujtahid (Ibnu Rusyd), Kitab Fiqh Empat Mazhab (Abd-ur-Rahman bin Muhammad ‘Awd Al-Jazeeri), (Prof. DR. Mahmud Syaltut & Prof. M. Ali al-Sayis), Tarikh Tasyri’ (DR. Rasyid Hasan Khalil), Al Fiqh ‘Ala Al Madzhaahib Al Khamsah (Muhammad Jawad Mughniyah), Pengantar Perbandingan Mazhab (Prof. DR. Huzaemah T. Yanggo)

3. Madzhab dan Alasan Perbedaan menurut Isma’il Muhammad Misy’al Atsar al-Khilaf al-Fiqh fi al-Qawaid al-Mukhtalif fiha yaitu Perbedaan dalam penggunaan kaidah ushuliyah dan penggunaan sumber-sumber istinbath (penggalian) lainnya, Perbedaan yang mencolok dari aspek kebahasaan dalam memahami suatu nash, Perbedaan dalam ijtihad tentang ilmu hadis, dan Perbedaan tentang metode kompromi hadis (al-jam’u) dan mentarjihnya (al-tarjih) yang secara zahir makananya bertentangan

4.Hukum syara’ adalah seruan/firman dari Allah yang terkait dengan perbuatan-perbuatan para mukallaf, baik berupa tuntutan, pemberian pilihan, penetapan sesuatu sebagai pengatur hukum. Hukum syara’ mengandung 2 hukum yaitu taklifi & wadh’iy

5. Hukum taklifi yaitu hukum untuk mengatur perbuatan manusia dengan tuntutan (thalab) dan pemberian pilihan (takhyir).

6. Hukum wadh’iy yaitu hukum-hukum untuk mengatur hukum taklifi

  1. Tuntutan tegas yang wajib dan haram
  2. Tuntutan tidak tegas yang sunah dan makruh
  3. Pemberian Pilihan: mubah

7. Hukum Wadh’iy membahas tentang sebab, syarat, mani’, azimah-rukhsoh, sah-fasad-batal

8. Wajib & Fardhu menurut jumhur ulama (selain ulama mazhab Hanafi) artinya sama. Menurut ulama Hanafiyah, fardhu adalah apa-apa yang diteetapkan berdasarkan dalil qath’I (qath’I tsubut dan qath’I dalalah), seperti zakat. Sedangkan wajib adalah apa-apa yang ditetapkan berdasarkan dalil zhanni, seperti zakat fitrah. (M. Husain Abdullah, Al Wadif fi Ushul Al Fiqh, hlm.221)

9. Wajib terdiri dari wajib mutlak, wajib muqayyad (wajib muwassa’ & wajib mudhayyaq), wajib mu’ayyan, wajib mukhayyar, wajib ‘ain, wajib kifayah, wajib muhaddadul miqdar, wajib ghair muhaddad al miqdar.

10. Kaidah dari “ maa laa yatimmul wajibu illa bihi fahuwa waajib” yaitu sesuatu dapat menjadi wajib jika tanpa sesuatu itu akan mengakibatkan suatu kewajiban tidak terlaksana.

11. Mandub dapat didefinisikan apa-apa yang pelakunya dipuji dan diberi pahala dan tidak dicela bagi yang tidak melakukannya. Istilah lain dr mandub yaitu sunnah, nafilah, mustahab, tathawwu.

12. Walaupun tidak wajib, tapi muslim dianjurkan memperbanyak yang mandub. Hikmah mengerjakan yang mandub, antara lain menghapus dosa. (QS. Huud:114)

13. Ada kalanya perbuatan mandub bagi orang per orang, tapi wajib bagi umat keseluruhan, misal: nikah.

14. Haram dapat didefinisikan apa-apa yang pelakunya dicela dan berhak mendapat siksa serta bagi yang meninggalkannya mendapat pahala. Istilah lainnya yaitu mahzhuur atau hazhar. Pembagian haram yaitu haram li dzatihi dan haram li ghairihi.

15. Makruh merupakan perbuatan yang jika ditinggalkan akan mendapat pahala dan tidak disiksa jika dikerjakan. Contohnya yaitu boros. Makruh menurut ulama hanafiyah  ada dua yaitu makruh  tahriim dan makruh tanziih.

16. Jumhur ulama menetapkan bahwa perbuatan yang berhak mendapat siksa lebih tepat digolongkan kepada haram, bukan makruh.

17. Mubah itu bukan berarti sesuatu yang tidak ada dalilnya, melainkan sesuatu yang ada dalil yang menunjukkan kemubahannya.

18. Hukum asal mengenai benda-benda adalah boleh, selama tak terdapat dalil yang mengharamkan

 

RUKUN SHALAT

Shalat secara Bahasa adalah do’a. Pengertian syariat yang dirumuskan para fuqaha’ adalah beberapa ucapan dan beberapa perbuatan yang dimulai dengan takbir, diakhiri salam dengan maksud beribadah kepada Allah menurut syarat-syarat yang telah ditentukan

  1. Mazhab Hanafi: Takbiratul Ihram, Berdiri, Membaca Al-Fatihah, Ruku’, Sujud, Duduk Tasyahud Akhir
  2. Mazhab Maliki: Niat, Takbiratul Ihram, Berdiri, Membaca Al-Fatihah, Ruku’ (Sunnah membaca   Tasbih), I’tidal/ Bangun dari Ruku’, Sujud, Duduk antara 2 sujud, Duduk tasyahud akhir,  Membaca Shalawat Nabi, Salam, Tertib
  3. Mazhab Syafi’i: Niat, Takbiratul Ihram, Berdiri, Membaca Al-Fatihah, Ruku’ (Sunnah membaca tasbih), I’tidal/Bangun dari Ruku’, Sujud, Duduk antara 2 sujud, Duduk tasyahud akhir, membacatasyahud akhir, membaca shalawat Nabi, Salam, Tertib.

Shalat dalam 4 madzhab

  1. Niat semua ulama Mazhab sepakat bahwa mengungkapkan niat dengan kata-kata tidaklah diminta (Mughniyah; 2001)
  2. Ibnu Qayyim dalam bukunya Zadul Ma’ad, sebagaimana yang dijelaskan dalam jilid pertama dari buku Al-Mughni, karya Ibnu Qudamah: Nabi Muhammad SAW bila menegakkan shalat, beliau langsung mengucapkan “Allahu Akbar” dan beliau tidak mengucapkan apa-apa sebelumnya, dan tidak melafalkan niat sama sekali (Mughniyah:2001)

 

TAKBIRATUL IHRAM

  1. Maliki & Hambali : “Allahu Akbar” (Allah Maha Besar) tidak boleh menggunakan kata-kata lainnya.
  2. Syafi’i: Boleh mengganti “Allahu Akbar” dengan “Allahu Al-Akbar”
  3. Hanafi: boleh dengan kata-kata lain yang sesuai/sama artinya dengan kata-kata tersebut, seperti “Allah Al-Adzam” dan “Allahu Al-Ajal” (Allahu Yang Maha Agung & Allah Yang Maha Mulia). (Mughniyah: 2001)
  4. Semua ulama mazhab sepakat: syarat takbiratul ihram adalah semua yang disyaratkan dalam shalat. Kalau bisa melakukannya dengan berdiri; dan dalam mmengucapkan kata  “Allahu Akbar” itu harus didengar sendiri, baik terdengar secara keras oleh dirinya, atau dengan perkiraan jika ia tuli

 

QIYAM: BERDIRI

  1. Semua ulama mazhab sepakat bahwa berdiri dalam shalat fardhu itu wajib sejak mulai dari takbiratul Ihram sampai ruku’, harus tegap, bila tidak mampu ia boleh shalat dengan duduk. Bila tidak mampu duduk, ia boleh shalat dengan miring pada bagaian kanan, seperti letak orang yang meninggal di liang lahat, menghadapi kiblat di hadapan badannya, menurut kesepakatan semua ulama mazhab selain Hanafi .
  2. Hanafi berpendapat: siapa yang tidak bisa duduk, ia boleh shalat terlentang dan menghadap kiblat dengan dua kakinya sehingga isyaratnya dalam ruku’ dan sujud tetap menghadap kiblat.
  3. Hanafi: bila sampai pada tingkat ini tetapi tidak mampu, maka gugurlah perintah shalat baginya, hanya ia harus melaksanakannya (meng qadha’ nya) bila telah sembuh dan hilang sesuatu yang menghalanginya.
  4. Maliki: bila smp seperti ini, maka gugur perintah shalat terhadapnya & tidak diwajibkan meng qadha’ nya.
  5. Syafi’I dan Hambali: shalat itu tidaklah gugur dalam keadaan apapun. Maka bila tidak mampu mengisyaratkan dengan kelopak matanya (kedipan mata), maka ia harus shalat dengan hatinya dan menggerakkan lisannya dengan dzikir dan membacanya. Bila juga tidak mampu untuk menggerakkan lisannya, maka ia harus menggambarkan tentang melakukan shalat di dalam hatinya selama akalnya masih berfungsi.

 

RUKU

  1. Semua ulama mazhab sepakat bahwa ruku’ adalah wajib di dalam shalat. Namun mereka berbeda pendapat tentang wajib atau tidaknya ber-thuma’ninah di dalam ruku, yakni ketika ruku’ semua anggota badan harus diam, tidak bergerak.

 

I’TIDAL

  1. Hanafi: tidak wajib mengangkat kepala dari ruku’ yakni I’tidal (dalam keadaan berdiri). (Mughniyah:2001)    Dibolehkan untuk langsung sujud, namun hal itu makruh, namun hal itu makruh.
  2. Mazhab-mazhab yang lain: wajib mengangkat kepalanya & ber i’tidal, serta disunahkan membaca tasmi’

 

SUJUD

  1. Semua ulama mazhab sepakat bahwa sujud itu wajib dilakukan dua kali pada setiap rakaat. Mereka berbeda pendapat tentang batasnya. (Mughniyah: 2001)
  2. Maliki, Syafi’I, & Hanafi: yang wajib (menempel hanya dahi, sedangkan yang lain lainnya adalah sunnah
  3. Hambali: yg wjb itu smw anggota yg 7 (dahi, 2 telapak tangan, 2 lutut, & ibu jari 2 kaki) secara sempurna. Bahkan Hambali menambahi hidung, sehingga menjadi delapan.(Mughniyah:2001).
  4. Hanafi: tidak diwajibkan duduk diantara dua sujud itu.
  5. Mazhab-mazhab yang lain: wajib duduk diantara 2 sujud

 

TAHIYAT

  1. Tahiyyat: tahiyyat di dalam shalat dibagi menjadi 2 bagian. Pertama yaitu tahiyyat yang terjadi sete lah 2 rakaat pertama dari shalat maghrib, isya’, dzuhur, dan ashar dan tidak diakhiri dengan salam salam. Yang kedua adalah tahiyyat yang diakhiri dengan salam, baik pd shalat yg dua rakaat, tiga,  atau empat rakaat
  2. Hambali: Tahiyyat pertama itu wajib. Mazhab-mazhab lain: hanya sunnah.
  3. Syafi’I dan Hanbali: Tahiyyat terakhir adalah wajib. Maliki & Hanafi: hanya sunnah, bukan wajib

 

SALAM

  1. Syafi’I, Maliki, & Hambali: mengucapkan salam adalah wajib. Hanafi: mengucapkan salam adalah tidak wajib (Bidayatul Mujtahid Jilid I, halaman 126)
  2. Hambali: wajib mengucapkan  salam dua kali, sedangkan yang lain hanya mencukupkan 1 x saja yg wajib.
  3. Kalimat salam semua mazhab sama yaitu “ Assalamu’alaikum warahmatullaah”

 

 

 

 

 

Devie
Perkenalkan, saya adalah de vie. Dalam terjemahan di google translate, de vie berarti kehidupan. Jadi, saya adalah kehidupan :D Pembaca blog ini saya sebut dengan panggilan Vie alias Viewers :) So kita samaan dong :D

Related Posts

Post a Comment